banner Kulbar
BeritaPolitik

Pemberhentian Kepala Daerah Harus Sesuai Mekanisme Undang-Undang

×

Pemberhentian Kepala Daerah Harus Sesuai Mekanisme Undang-Undang

Share this article
Wakil Ketua Komisi II DPR RI, Bahtra Banong Foto: Dok. Parlementaria/vel
Wakil Ketua Komisi II DPR RI, Bahtra Banong Foto: Dok. Parlementaria/vel

Barisan.id, Jakarta – Wakil Ketua Komisi II DPR RI, Bahtra Banong, menegaskan bahwa proses pemberhentian kepala daerah harus mengikuti mekanisme yang diatur dalam Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah. Penegasan ini disampaikan menanggapi polemik politik yang tengah berlangsung di Kabupaten Pati, Jawa Tengah.

“Kami tidak jadi masalah DPRD Pati melakukan hak angket terhadap Bupati Pati yang juga kader Gerindra. Namun yang paling penting, bahwa jika ingin memberhentikan Kepala daerah itu ada undang-undangnya, sebagaimana undang-undang nomor 23 tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah,” ujar Bahtra, Kamis (14/8/2025).

Bahtra menjelaskan, Pasal 78 ayat (1) UU No. 23 Tahun 2014 menyebutkan bahwa kepala daerah dapat diberhentikan karena tiga alasan yaitu meninggal dunia, berhalangan tetap atau mengundurkan diri, serta diberhentikan.

Untuk pemberhentian, Pasal 78 ayat (2) memuat tata cara yang berlaku, antara lain berakhirnya masa jabatan atau tidak melaksanakan tugas selama enam bulan berturut-turut.

“Jadi semua itu ada mekanismenya. Kalau terbukti melakukan pelanggaran, karena negara kita adalah negara hukum yang ada aturan main dan mekanismenya, silakan dilanjut. Tetapi kalau tidak ada pelanggaran, maka tidak boleh juga karena atas dasar emosional atau ada kepentingan politik tertentu. Jangan sampai teman-teman yang berdemonstrasi kemarin niatnya tulus ingin mengkritisi kebijakan yang dinilai tidak berpihak pada rakyat, namun justru ditunggangi oleh kepentingan pihak-pihak lain. Semoga tidak terjadi demikian,” ujarnya.

Politikus Fraksi Partai Gerindra tersebut menambahkan, apabila hak angket telah bergulir di DPRD Pati, bupati berhak dimintai keterangan atau penjelasan untuk mengklarifikasi kebijakannya yang kini telah dibatalkan. Jika terbukti ada pelanggaran, proses selanjutnya akan diuji oleh Mahkamah Agung.

Namun, jika tidak ditemukan pelanggaran, bupati tetap dapat menjalankan tugas dan kewajibannya sebagai kepala daerah.

“Intinya menurut saya, semuanya tidak boleh atas dugaan semata, atau karena emosional tadi. Ada mekanisme, tata cara yang semuanya sudah diatur dalam undang-undang,” kata Bahtra.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *