Barisan.id – Himpunan Mahasiswa Islam (HMI) adalah sebuah organisasi mahasiswa yang memiliki sejarah panjang dalam perjuangan dan pengabdian kepada masyarakat Indonesia. Kalau kemudian kita lihat kembali Sejarah Perumusan Tujuan HMI jelas Berfokus pada (Negara,Agama dan Rakyat) dengan segala bentuk Konsekuensi logis yang diambil oleh organisasi pada saat itu. Namun, seperti organisasi lainnya, HMI juga memiliki beberapa aspek yang dapat menjadi subjek kritik.
Salah satu kritik terhadap HMI adalah terkait dengan politisasi organisasi. Beberapa anggota HMI telah terlibat dalam kegiatan politik praktis dengan cara yang tidak selalu mencerminkan tujuan awal organisasi ini. Hal ini dapat mengaburkan fokus pada peran utama HMI dalam pengembangan intelektualitas dan kepemimpinan (Insan Cita) yang kemudian diharapkan mampu mewujudkan Visi/Tujuan (Masyarakat Cita) dan juga Cita-cita HMI (Ridho Allah Swt).
Tentu saja, kritik ini tidak mencerminkan seluruh aspek HMI, dan masih banyak anggota yang berkomitmen pada nilai-nilai positif organisasi ini. Namun, untuk terus menjadi agen perubahan yang konstruktif, HMI perlu mengatasi tantangan-tantangan ini.
Hari ini kemudian kita menyambut riah pemilihan kembali Ketua Umum Himpunan Mahasiswa Islam melalui Forum yang sering kita sebut (Kongres HMI) Seyogyanya para Kandidat Calon Ketua Umum memikirkan hal-hal ini sebagai pijakan bagaimana arah HMI kedepan dengan tetap membawa misi yang sedari awal menjadi latar belakang Hakikat Keberadaan HMI. Bukan hanya kemudian berfokus pada proyeksi citra diri dalam tubuh himpunan pun berorientasi pada proyek-proyek Politik Praktis yang dapat menggerogoti tubuh Himpunan dan juga menghancurkan bentuk Independensi Organisasi.
Hal itu pula yang menjadi kekhawatiran saya dalam ber-HMI, semakin saya memasuki dan mendalami tubuh himpunan, saya selalu berusaha membaca dan membuat sebuah diskursus arketipe terhadap himpunan melalui naskah-naskah tentang HMI. Hal ini-lah yang membuat saya berpikir serta merenungi akan sejauh mana himpunan selama hampir 76 berkiprah pada tahun 2023 menjadi organisasi kemahasiswaan islam terbesar dan tertua.
Pertanyaan Mendasar
Apakah salah ketika kita kemudian mengkritisi tubuh Himpunan? Bukankah kemudian kita pada Basic Training ketika masuk HMI kemudian dituntut untuk mampu berpikir kritis.?
Pertanyaan itu yang kemudian harus dimunculkan oleh kader-kader HMI.
Sungguh miris ketika Intellectual Conscience para kader HMI dikerdilkan begitu saja oleh orang-orang himpunan yang tidak memperbolehkan mengkritisi tubuh HMI. Kalau kemudian kita baca dalam buku Agussalim Sitompul 44 Indikator Kemunduran HMI di point ke 33 mengatakan “Daya Kritis Aktivis HMI menurun” apakah ini bukan kemudian menjadi PR kita bersama? Yang mana kader-kader HMI dikenal sebagai Kader Intelektual? Saya kira ini yang menjadi PR juga oleh para calon Kandidat Ketua Umum nanti, sejauh mana dia mampu memproyeksikan gagasan dalam ruang lingkup internal organisasi.
Kekhawatiran saya
Kekhawatiran ini yang kemudian saya selalu sampaikan kepada kader-kader HMI sebagai Individu yang berproses dalam organisasi ini maupun HMI secara kelembagaan.
Karena bagaimanapun Tafsir Pasal 6 AD HMI tentang Sifat HMI (Bersifat Independen) disana tertera ada tafsir Independensi Etis dan Organisatoris. Ini kemudian tidak hanya dipahami secara eksternal Organisasi tetapi juga harus mampu teraktualisasi dalam internal organisasi.
Seyogyanya HMI kemudian tidak hanya terbuai dalam dalam konteks Historis Romantisme sejarah pada masa lampau HMI. Tetapi kemudian HMI harus mampu bertransformasi diri.
Acapkali juga yang membuat saya geram adalah Political Oriented..!! Intelektualisme di HMI seringkali di perhadapkan dengan Political Oriented. Secara pemaknaan Intelektualisme dinilai sebagai anak kandung Idealisme, sementara Political Oriented sebagai bentuk telanjang dari pragmatisme. Cara pandang Dikotomis seperti ini yang saya memandang tidak selalu tepat dan menguntungkan.
Secara tidak langsung arah inteleqtualisme yang di kembangkan di HMI justru bertugas mendamaikan wilyah Akademis-Intelektual dengan wilayah perjuangan Politik Praktis. Keduanya bukan hanya direlasikan secara positif, tetapi bahkan perjuangan wilayah politik kayak di tempatkan sebagai (bagian) “kelanjutan” proses pematangan intelektual di HMI (tapi tentu ini ada porsi dan waktunya), pada wilayah ini banyak kader HMI yang keliru dan malah berimplikasi melanggar bentuk Independensi HMI.
Dewasa ini banyak kemudian Pengurus Besar HMI yang masih sementara menjabat dalam kepengurusan kemudian Mencalonkan diri sebagai anggota Legislatif dll, ini adalah salah satu bentuk yang mencederai Independensi organisasi dan menjadi bentuk ketidak paripurna proses pengabdian diri terhadap HMI (Proses tanggung jawab kepengurusan)
Dalam kaitan itu, yang harus di kembangkan dalam rangka memajukan intelektualisme HMI bukanlah an-orientasi ke arah politik, melainkan kemampuan dalam menjaga Independensi “bersabar dan mencari waktu yang tepat” untuk berkiprah di jalur perjuangan politik di samping kemahiran berorganisasi dan keterampilan komunikasi sosial. Inilah yang disebut (HMI Connection dan Distribusi Kader)
Saya berharap dalam forum Kongres nanti hal-hal ini kemudian perlu untuk dibahas secara Konstitusi dan ini juga merupakan Bentuk tanggung jawab “gagasan” Calon Ketua umum nanti melalui aktualisasi gerakan konkrit terhadap solusi masalah yang ada di tubuh HMI itu sendiri.